Powered By Blogger

Sabtu, 05 Maret 2011

Penyesalan Di Akhir Waktu

Kulihat kembali tumpukan surat kabar di
rak meja ruang tamu. “Kecelakaan Garuda
Tewaskan Ratusan orang,” itulah topik
yang selalu diberitakan dan menjadi
hampir di semua surat kabar nasional yang
terbit sekitar sebulan lalu. Tragedy itu
jugalah yang menewaskan kedua orang
tuaku dan membuat adikku satu-satunya
terbaring koma sampai detik ini. Ada rasa
sesal, sedih, kecewa, marah, dan benci
yang teramat sangat. Kalau saja Tita
adikku, tidak selalu merengek ingin
liburannya ke Paris, pasti kecelakaan itu
tidak akan membuatku, yang masih
menjadi mahasiswa tingkat III, menjadi
yatim piatu secepat ini.
Mungkin predikat anak sial yang
kudeklarasikan untuk Tita memang tidak
salah. Selama 15 tahun kurasakanbetapa
bahagianya menjadi anak tunggal yang
selalu dimanja. Orang tuaku yang
merupakan pengusaha sukses selalu
memberikan apapun yang kuminta. Tapi
kehadiran seorang adik di tengah-tengah
kami menjadikan hidupku berubah 180
derajat. Mama lebih memperhatikan Tita,
dan menyuruhku selalu mengalah. Tidak
hanya itu, kedua orang tuaku pun selalu
membelanya meskipun jelas-jelas Tita-lah
yang bersalah. Ibarat putri raja yang
seketika menjadi anak tiri. Menyebalkan !!!
Kebencian itu sudah kupupuk semenjak
mama dinyatakan positif hamil. Dan setiap
hari hanya stress yang aku rasakan bila
sudah berada di dalam rumah, karena tidak
ada sedetik pun yang terlewat bahi Tita
untuk tidak mengganguku.
Kejadian kecelakaan itu tidak membuat
setitik pun rasa iba, bahkan kebencianku
semakin memuncak padanya. Dialah yang
merebut kebahagiaanku, dan dialah yang
telah merenggut nyawa kedua orang
tuaku. Kejadian itu benar-benar membawa
kesialan bagi kehidupan pribadiku. Aku
sudah tidak ada waktu lagi untuk jalan
dengan teman-temanku. Bahkan Indra,
pacarku, memutuskan hubungan kami
hanya karena aku terlalu sibuk dengan Tita.
Selama sebulan di rumah sakit, aku baru
menjenguk Tita 3 kali, itupun hanya untuk
mengurus administrasi dan sekerdar
formalitas di depan dokter saja.
Hari ini aku menjengik Tita. Gadis kecil yang
diperlengkapi dengan selang dan alat
bantu kehidupannya lainnya itu, terbaring
di ruang ICU yang cukup luas dan
bernuansa putih-putih. Saat melihat wajah
itu hatiku selalu menjerit, “Dasar
Pembunuh!! Kenapa kamu tidak mati saja
sekalian! Anak sial, kamu tidak hanya
merebut mama dan papa tapi teman-
teman saya, Indra, dan semua kebebasan
saya!!” tak terasa air mata mengalir di
pipiku, bukan air mata kesedihan, tapi jelas
air mata kebencian. Kenapa Tuhan tidak
mencabut nyawanya saja sekalian.
Kehidupannya hanya akan menjadi beban
seumur hidupku!!
Tak kuasa menahan tangis, akhirnya aku
keluar menuju taman rumah sakit dan
duduk di salah satu bangku taman yang
terlindung sengatan matahari oleh sebuah
pohon yang rindang. Dan di situlah air
mataku mengalir deras. Tiba-tiba kusadari
ada gadis kecil dengan rambut dikuncir dua
sedang memperhatikanku. Seketika itu
pula aku teringat Tita, dan kebencian itu
mendidihkan darahku kembali.
“Ngapain sih? Tidak ada kerjaan apa
ngeliatin orang nangis. Anak kecil kayak
kamu bukannya sekolah malah main-main
di rumah sakit!” bentakku.
Yang dibentak hanya tersenyum.
“Namaku Rara, kakak siapa?”
“Yee… nih anak bukannya pergi. Udah
deh, kakak lagi stress, jangan bikin kepala
kakak jadi mumet.”
“Semua orang yang ke rumah sakit pasti
mumet, tapi itulah hidup, kadang sehat,
kadang sakit. Orang suka lupa sama tuhan
kalau lagi sehat, tapi kalau sakit, apalagi
deket-deket mau meninggal, eh bukannya
taubat malah nyalahin Tuhan, kok tuhan
ngasih cobaan seberat ini,” jawabnya
yang membuatku melongo.
“Ih, dasar anak kecil sok tahu!!”
“Aku tahu, adik kakak sedang koma ya”
“Gak usah dibahas deh!! Gara-gara dia,
mama dan papa meninggal.”
“Dia beruntung karena dia masih punya
kakak. Aku juga sakit. Suatu saat nanti
Tuhan akan mengambil penglihatanku, tapi
aku yakin Tuhan akan membantu dalam
kebutaanku karena Dia selalu adil pada
semua orang, dan tidak akan membiarkan
seorangpun mendapat cobaan yang tidak
bias ditanggungnya.”
***
Kejadian hari itu benar-benar telah
membuka mata hatiku. Seorang anak kecil
telah mengajarkanku arti kehidupan. Ia
benar, Tita hanya tinggal memilikiku. Aku
tak pernah membayangkan bagaimana
perasaannya saat ia tahu mama dan papa
telah meninggal.
Entah mengapa akhir-akhir ini aku malah
merindukan kehadiran Tita. Rumah ini
benar-benar sepi tanpa canda dan kata-
kata polosnya yang selalu membuat mama
terpingkal-pingkal. Kulangkahkan kakiku ke
kamar Tita di lantai atas. Kamar yang
bernuansa pink, gambar kartun dimana-
mana. Kamar yang tak pernah kudatangi
sejak tragedi itu.
Tiba tiba mataku menangkap sebuah buku
harian bergambar mickey mouse. Kubuka
lembar demi lembar. Tak kusangka gadis
berusia 7 tahun itu menulis segalanya
tentang diriku.
“Kak Aurora adalah kakak paling cantik di
dunia. Aku sayang padanya, amat cinta
padanya. Aku hanya ingin kakak bahagia,
aku ingin seperti teman-teman, aku ingin
kakak mengajakku jalan-jalan, aku ingin
kakak mengajariku matematika, karena dia
sangat pintar. Tapi kok kakak tak pernah
mau ya?? Aku sedih. Aku pernah Tanya
sama mama apa kakak membenciku, tapi
kata mama kakak sangat saying padaku,
dia Cuma tidak enak badan, makanya malas
ngomong sama aku. Aku suka ngejailin
kakak, karena aku mau main sama kakak,
tapi aku sedih karena kakak menampar
mukaku. Aku tidak bilang sama papa, takut
kakak dimarahi, dan nanti malah
membenciku. Aku nangis semalaman saat
kakak membuang kado ulang tahun yang
aku kasih, padahal aku membeli kado itu
dengan uang jajan yang aku tabung selama
seminggu, sampai-sampai aku lapar karena
tidak bisa jajan. Kakak,marah-marah waktu
baju pestanya bolong. Tadinya aku Cuma
ingin menyetrika baju itu biar tidak kusut,
tapi pas lagi nyetrika, aku dipanggil mama,
eh aku lupa, bajunya jadi bolong, terus aku
dimarahin abis-abisan deh.
Diari, aku punya rahasia besar!! Kakak kan
punya pacar namanya Indra, tapi aku tidak
suka sama dia!! Aku tau dia punya pacar
lain, kak veronica, sahabat kak Aurora. Aku
pernah liat meraka mesra-mesraan waktu
aku nganterin mama ke mall. Tapi aku tidak
berani bilang karena aku takut kakak
marah dan tidak percaya, aku takut
ditampar kayak waktu itu. Asyiik… besok
aku ke Paris sama mama dan papa, tapi
kakak tidak ikut karena lagi ujian, tapi aku
janji akan beliin oleh-oleh yang buaaaanyak
untuk kakak. Aku ingin kakak juga
bahagia…”
Air mataku mengalir deras, kapalaku
seperti terhantam ombak. Ya Tuhan,
bagaimana selama ini aku menyia-nyiakan
adik kandungku. Kecintaannya kepadaku
yang mendalam malah kubalas dengan
kebencian yang membara. Kado itu, baju
pesta itu, dan tamparan yang merupakan
puncak kekecewaanku, rahasia tentang
Indra…..BODOH!!! Kamu adalah manusia
yang paling kejam di dunia, Aurora. Adik
yang bagaikan malaikat itu telah kau sakiti
hatinya! Telah kau robek perasaannya! Adik
yang selalu mengingatmu dan selalu
berusaha untuk membahagiakanmu, malah
kau tindas! Aku kembali teringat dengan
tamparan itu. Aku menamparnya dengan
sangat keras, sampai pipinya benar-benar
merah, tapi ia hanya tersenyum dan bilang
“Terima kasih, Kak.”
Ya Tuhan, izinkan aku untuk menebus dosa
dan kesalahanku. Tapi….semua itu
terlambat. Tepat pukul 23.00 WIB malam
itu, pihak rumah sakit meneleponku dan
mengabarkan Tita telah pergi untuk
selama-lamanya.
Sekarang aku sendiri, hanya sendiri.
Permohonan bodohku agar Tuhan
mengambil nyawa adikku benar-benar
terkabul. Seminggu setelah pemakaman
Tita, aku kembali ke rumah sakit untuk
menemui Rara, tapi pihak tumah sakit
mengatakan bahwa Rara telah meninggal
semingu yang lalu. Ia terlindas truk, karena
pada saat menyeberang, penyakit
gloukoma yang selama ini dideritannya
telah menyebabkan kebutaan yang
mendadak, sehingga ia tak mampu melihat
saat ada truk yang melintas. Rara adalah
gadis kecil yang selama ini dirawat oleh
pihak rumah sakit. Dulu, Rara ditemukan di
sebuah selokan karena dibuang oleh ibu
kandungnya sendiri.
Dua orang gadis kecil yang telah
mengajariku arti kehidupan dan
memberikan cinta kepadaku, kini telah
pergi untuk selamanya. Hanya penyesalan
yang tersisa, tapi itu menjadi pelajaran
yang amat berarti untuk masa depanku.
Merakalah malaikat kecil yang selalu ada
dan tetap aka nada untuk selamanya di
dalam hatiku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar